Suku Samin – Melanjutkan Aliran Samin Soerosentiko
Bagi yang lahir, tumbuh remaja atau penduduk orisinil Blora dan sekitarnya, mungkin pernah mendengar atau mengenal suku dari Blora, ialah Suku Samin.
Jika anda ingin tau dan ingin lebih jauh perihal suku asli daerah Blora ini, berikut ialah informasi tentang suku tersebut.
Mengenal Suku Samin
Negara Indonesia dikenal sebagai negara yang mempunyai jumlah suku, kebudayaan, kesenian, dan juga adab istiadat yang begitu melimpah. Negara yang merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945 ini mempunyai lebih dari 1.300 suku atau kalangan etnis yang tersebar di seluruh penjuru nusantara.
Sebut saja ada suku dayak, suku jawa, suku madura, suku badui hingga suku yang masih tergolong primitif sekalipun mirip suku anak dalam yang ada di tempat Sumatera. Namun apakah anda tahu diantara suku-suku di Indonesia, terdapat suatu suku berjulukan suku samin?
Sejarah Suku Samin
Suku samin adalah salah satu suku yang cukup populer di daerah Jawa Tengah. Pada awalnya, suku ini terbentuk dari para pengikut salah satu tokoh yang menentang penjajahan Belanda di salah satu wilayah di Jawa Tengah.
Tokoh tersebut bernama Samin Soerosentiko. Beliau mengajarkan anutan yang di kenal dengan pedoman ‘sedulur sikep’, dimana ia mengajak atau mengobarkan semangat untuk menentang penjajahan Belanda dalam bentuk lain di luar kekerasan.
Bentuk yang dilakukan ialah dengan menolak mengeluarkan uang pajak, menolak segala peraturan yang di buat oleh pemerintahan Belanda. Masyarakat yang satu ini, kerap kali membuat repot pemerintahan Belanda sebab sikap mereka yang mirip itu. Bahkan, tidak hanya menjengkelkan bagi pemerintah kolonial saja, melainkan juga menjengkelkan masyarakat luar lainnya.
Penyebaran Suku Samin
Suku samin pertama kali tersebar di tempat klopo duwur, Blora, Jawa Tengah. Pada tahun 1890 pergerakan suku Samin berkembang di dua desa hutan tempat Randu Blatung, Blora, Jawa Tengah. Gerakan ini lantas dengan segera menyebar ke desa-desa yang lain.
Mulai dari pantai utara hingga ke sekitar hutan di pegunungan kendeng utara dan kendeng selatan, atau di sekeliling perbatasan provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Jumlah mereka tidak banyak dan hanya tinggal di kawasan pegunungan kendeng di perbatasan kedua provinsi tersebut. Perlu dimengerti, bahwa penduduk samin sendiri juga mengisolasi diri hingga pada tahun 70-an, mereka gres menyadari bahwa Indonesia sudah merdeka.
Ajaran Umum
Orang Samin memiliki beberapa aliran utama bagi para anggotanya. Ajaran ini di turunkan dari beberapa generasi untuk terus di lestarikan atau di terapkan. Mereka percaya bahwa dengan menerapkan anutan ini, maka kehidupan warga Samin akan berjalan dengan baik.
Sedangkan bila melanggar aliran atau aturan bermakna sama halnya mencari kasus dan merusak tatanan yang sudah ada. Beberapa ajaran suku Samin, antara lain:
- tidak bersekolah
- tidak menggunakan peci akan namun memakai iket
- tidak menggunakan celana panjang, tetapi celananya cuma selutut
- tidak berdagang alasannya adalah mereka menolak kapitalisme
- tidak melakukan poligami.
Menurut suku samin, menikah ialah sesuatu yang sakral. Menikah dilakukan untuk selama-lamanya sehingga tidak ada kata untuk berselingkuh. Kata selingkuh yakni kata yang tidak ada dalam kamus mereka. Namun, mereka mampu menikah lagi kalau istri atau pasangannya telah meninggal dunia.
Berkat fatwa ini, kehidupan orang samin mampu berjalan menjadi lebih baik. Suku samin juga di kenal selaku suku yang tidak ajaib dunia, alasannya adalah memang mereka tidak terlampau mengurusi keperluan dunia secara berlebihan. Yang mereka pegang dan junjung tinggi ialah sesuatu keluhuran yang zaman sekarang sedikit ditemukan.
Aktivitas dan Perilaku Orang Samin
Suku Samin memiliki sebuah sapaan yang sungguh terkenal dan juga ialah sapaan khas suku mereka. Sapaan tersebut yakni ucapan “salam waras”. Apabila anda berjumpa dengan suku samin dan anda tidak menggunakan sapaan tersebut, maka suku samin tidak akan mau diajak berbicara. Karena pada dasarnya, suku samin condong tertutup dengan modernisasi.
Bagi mereka, menyatu dengan alam dan mendapatkan apa yang diberikan oleh Sang Pencipta adalah hal yang paling utama. Perilaku yang paling menonjol dari suku samin ialah sifat mereka yang jujur, lurus, polos, namun tetap kritis dengan info-gosip sekitar. Mereka juga orang yang memiliki tanggung jawab yang tinggi bila diberi amanat.
Meski kita mengenalinya sebagai orang samin, akan tetapi mereka lebih suka menyebut diri mereka sebagai Wong Sikep. Hal ini karena kata samin berdasarkan mereka memiliki arti yang buruk dan tidak terpuji. Sedangkan Sikep memiliki arti baik dan jujur.
Biografi Samin Soerosentiko
Masyarakt Samin ialah suku yang terbentuk dari seorang tokoh usaha berjulukan Samin Soerosentiko. Samin Soerosentiko lahir pada tahun 1859 di desa Ploso, Kediren, sebelah utara Randublatung, Kabupaten Blora, Jawa Tengah.
Samin Soerosentiko ialah kerabat dari keturunan dari Pangeran Kusumaningayu atau Kanjeng Pangeran Arya Kusumawinahyu. Pangeran Kusumaningayu yakni Raden Adipati Brotodiningrat yang memerintah di Kabupaten Sumoroto (sebelah barat kota Ponorogo).
Samin Soerosentiko ialah seorang petani lugu yang memiliki tanah sawah seluas tiga wangi atau lima are (benda & castles, 1969 : 210), satu anyir ladang dan enam ekor sapi.
Beliau bukan termasuk ke dalam petani yang miskin, ayahnya yang bernama Raden Sutowijoyo di kenal selaku Samin Sepuh dan bekerja menjadi bromo corah untuk kepentingan orang banyak yang miskin, di sekitar kawasan Bojonegoro.
Nama asli dari Samin Soerosentiko ialah Raden Kohar kemudian di ganti menjadi Samin. Nama Samin dipilih karena lebih berbau kerakyatan. Beliau yaitu anak kedua dari lima bersaudara dan seluruhnya adalah pria. Sekitar tahun 1980, saat dia berumur 31 tahun, ia mulai menyebarkan ajarannya.
Para pengikutnya kebanyakan adalah orang-orang satu desa.
Dengan laku tapa brata ia mendapat wahyu suatu kitab Kalimasada, dan sejak
menerima kitab tersebut pengikut dia menjadi lebih banyak. Pengikutnya tidak
hanya terbatas pada orang-orang satu kampung saja melainkan dari
kampung-kampung lain.
Kenyataan menandakan bahwa penduduk Desa Tapelan, Ploso dan Tanjung Sari, mengangkat Kyai Samin selaku Raja dengan gelar Prabu Panembahan Suryongalam (cahaya alam semesta) dan selaku Patih sekaligus merangkap menjadi senapatinya.
Kemudian beliau menunjuk kamituwa Bapangan dengan gelar
Suryongalogo (cahaya medan gala yang artinya perlawanan yang senantiasa jaya),
sekaligus membuktikan bahwa wadah aristokrasi feodal tetap di agungkan sebagai
lambang kekuasaan pribumi Jawa yang sah dan berdaulat.
Pada hari-hari berikutnya pengikut Samin Soerosentiko makin meningkat dan kian banyak. Pada bulan Januari 1903, residen Rembang melaporkan bahwa pengikut Samin Soerosentiko mencapai sekitar 772 orang di desa-desa sekitar Kabupaten Blora selatan, dan sebagian daerah Bojonegoro.
Ada juga pengikut Samin yang berasal dari tempat Ngawi dan Grobogan. Selanjutnya pada tahun 1906 pengikut Samin sudah hingga di kawasan Rembang. Penyebar anutan Samin di daerah ini yaitu menantu pria dia adalah yang berjulukan Surokidin dan Karsiyah. Pada tahun berikutnya, pengikut Samin meraih sekitar 3.000 orang.
Di dengar kabar pada tanggal 1 Maret tahun 1907 orang samin
akan mengadakan perlawanan kepada pemerintahan kolonial Belanda. Karena kabar
itu, beberapa orang Belanda melaksanakan penangkapan kepada sejumlah anggota
dari suku samin yang pada waktu itu sedang berkumpul mengadakan sebuah
selametan salah satu keluarga di Kedungtuban.
Acara selametan ini dianggap oleh kolonial pemerintahan
Belanda selaku salah satu acara untuk melaksanakan persiapan untuk melaksanakan perlawanan
terhadap pemerintahan Belanda. Namun, beruntung pada ketika itu Samin
Soerosentiko tidak berada di kawasan, alasannya adalah beliau sedang berada di rembang.
Selanjutnya Samin Soerosentiko bareng dengan delapan orang pengikutnya di interogasi dan kesudahannya di tangkap dan di asingkan ke tempat Sumatera. Dan dalam pengasingan di kawasan Sawahlunto, ia meninggal dunia tepatnya pada tahun 1914 dan masih berstatus selaku tahanan pemerintahan kolonial Belanda.
0 Response to "Suku Samin – Melanjutkan Aliran Samin Soerosentiko"
Post a Comment